Skip to main content

Cara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menurut United Nations Development Programme (UNDP), adalah indeks yang mengukur capaian pembangunan manusia berbasis pada komponen dasar kualitas hidup manusia. Komponen dasar kualitas hidup manusia dilihat melalui pendekatan tiga dimensi dasar yang diukur dari empat indikator. Tiga dimensi dasar dan empat indikator tersebut adalah

  1. Kesehatan
    berupa umur panjang dan hidup sehat (a long life and healthy life). Indikator yang diukur adalah (a) Angka Harapan Hidup (AHH).

  2. Pendidikan berupa pengetahuan (knowledge). Indikator yang diukur adalah (b) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan (c) Harapan Lama Sekolah (HLS).

  3. Pengeluaran
    berupa standar hidup layak (decent standard aliving). Indikator yang diukur adalah (d) Pengeluaran per Kapita Disesuaikan.
IPM Indonesia dihitung setiap tahunnya oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hingga tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.

1. Angka Harapan Hidup (AHH)

Angka harapan hidup (life expectancy) adalah rata-rata estimasi lamanya tahun yang dapat dilalui oleh seseorang selama hidup. Angka harapan hidup dihitung melalui pendekatan tidak langsung (indirect estimation), yaitu dengan menggunakan pendekatan data Angka Lahir Hidup (ALH) dan Angka Masih Hidup (AMH).

Program yang digunakan dalam melakukan penghitungan adalah program Micro Computer Program for Demographic Analysis (MCPDA) atau Mortpak. Metode yang digunakan adalah metode Trussel dengan model West. Contoh penghitungannya dapat dilihat di artikel Cara mendapatkan Angka Harapan Hidup, sedangkan program pengolahannya dapat diunduh di Website MortPak - The United Nations Software Package for Mortality Measurement.

2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

Rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) adalah jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Penghitungan dilakukan pada penduduk yang berusia 25 tahun ke atas dimana diasumsikan seseorang yang telah berumur 25 tahun, maka proses pendidikannya telah berakhir.

Pada kondisi normal rata-rata lama sekolah di suatu wilayah diasumsikan tidak akan turun. Batas nilainya adalah minimum 0 dan maksimum 15 tahun. Langkah-langkah penghitungannya adalah sebagai berikut:

  1. Dari data mikro yang digunakan, seleksi penduduk yang berusia 25 tahun ke atas.

  2. Hitung lamanya sekolah setiap penduduk berumur 25 tahun ke atas tersebut.
    1. Jika partisipasi sekolahnya adalah tidak/belum pernah bersekolah, maka lama sekolahnya adalah 0.
    2. Jika partisipasi sekolahnya adalah masih bersekolah atau tidak bersekolah lagi, maka lama sekolahnya mengikuti tabel konversi berikut.

    Keterangan Lama Sekolah
    Masih bersekolah di SD sd S1 Konversi ijazah terakhir + kelas terakhir -1
    Masih bersekolah di S2 atau S3 Konversi ijazah terakhir +1
    Tidak bersekolah lagi tetapi tidak tamat di kelas terakhir Konversi ijazah terakhir + kelas terakhir - 1
    Tidak bersekolah lagi dan tamat di kelas terakhir Konversi ijazah terakhir

    Konversi ijazah terakhir menjadi lama sekolah (tahun) adalah:

    Ijazah Terakhir Lama Sekolah (Tahun)
    Tidak punya ijazah 0
    SD/SDLB/MI/Paket A 6
    SMP/SMPLB/MTs/Paket B 9
    SMA/SMLB/MA/SMK/PAket C 12
    D1/D2 14
    D3/Sarjana Muda 15
    D4/S1 16
    S2/S3 18

  3. Hitung rata-rata lama sekolah menggunakan rumus rata-rata : \[RLS = \frac{1}{n} \sum_{i=1}^n x_i\] dimana \(RLS\) adalah rata-rata lama sekolah di suatu wilayah, \(x_i\) adalah lama sekolah penduduk ke-\(i\) di suatu wilayah dan \(n\) jumlah penduduk \((i = 1, 2, 3, ..., n)\).

Contoh penghitungan adalah sebagai berikut:

Penduduk ke-\(i\) Usia Partisipasi Jekolah Jenjang Pendidikan yang Pernah/ Sedang Disusuki Tingkat/ Kelas yang Pernah/ Sedang Diduduki Ijazah/ STTB Tertinggi yang Dimiliki Konversi Lama Sekolah
\((x_i)\)
1 25 Tidak bersekolah lagi S1 Tamat S1 16
2 18 Masih bersekolah SMA Kelas 3 SMP 11
3 28 Masih bersekolah S2 Kelas 6 S1 17
4 30 Tidak bersekolah lagi SD 5 - 4
5 45 Tidak bersekolah lagi D3 Tamat D3 15
6 35 Tidak bersekolah lagi SMP 2 SD 7
7 50 Tidak bersekolah lagi S1 Tamat S1 16

Rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan rumus \[\begin{aligned} RLS &= \frac{1}{n} \sum_{i=1}^n x_i\\ &=\frac{1}{6} (16 + 17 + 4 + 15 + 7 + 16)\\ &= 12\text{,}5 \end{aligned}\]

3. Harapan Lama Sekolah (HLS)

Harapan lama sekolah (expected years of schooling) adalah lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Penghitungan dilakukan pada penduduk yang berusia 7 tahun ke atas karena adanya kebijakan program wajib belajar untuk usia tersebut. Batas nilai harapan lama sekolah adalah minimum 0 dan maksimum 18 tahun.

Langkah-langkah penghitungan adalah sebagai berikut:

  1. Menghitung jumlah penduduk menurut umur usia 7 tahun ke atas \((P_i)\).

  2. Menghitung jumlah penduduk yang masih sekolah menurut umur usia 7 tahun ke atas \((E_i)\).

  3. Menghitung rasio penduduk yang masih sekolah terhadap jumlah penduduk menurut umur usia 7 tahun ke atas \(\displaystyle\left(\frac{E_i}{P_i}\right).\) Langkah ini menghasilkan partisipasi sekolah menurut umur.

  4. Menghitung harapan lama sekolah, yaitu dengan menjumlahkan semua partisipasi sekolah menurut umur (7 tahun ke atas) atau secara matematis rumus harapan lama sekolah dihitung menggunakan rumus: \[HLS = \sum_{i=7}^{k} \frac{E_i}{P_i}.\]

Contoh penghitungannya adalah sebagai berikut:

Umur
(Tahun)
Jumlah Penduduk
\((P_i)\)
Jumlah Penduduk yang Bersekolah
\((E_i)\)
Rasio
\(\displaystyle \left(\frac{E_i}{P_i}\right)\)
7 10 9 0,9
8 10 9 0,9
9 10 8 0,8
10 10 8 0,8
11 10 7 0,7
12 10 5 0,5
13 10 5 0,5
Harapan Lama Sekolah (HLS) 5,1

Harapan lama sekolah dihitung menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Namun untuk penduduk yang tidak tercakup dalam susenas yaitu siswa yang bersekolah di pesantren maka dilakukan koreksi terhadap HLS. \[HLS_a^t = FK \times \sum_{i=a}^k \frac{E_i^t}{P_i^t}\] dimana \(HLS_a^t\) adalah harapan lama sekolah pada umur \(a\) di tahun \(t,\) \(FK\) adalah faktor koreksi pesantren, \(E_i^t\) jumlah penduduk usia \(i\) yang bersekolah pada tahun \(t,\) \(P_i^t\) adalah penduduk usia \(i\) pada thun \(t\) dan \(i\) adalah usia \((a, a+1, ..., n).\)

Faktor koreksi pesantren dihitung dari \[FK = \frac {\text{Jumlah santri sekolah dan mukim}} {\text{Jumlah penduduk umur 7 tahun ke atas}} + 1\]

4. Pengeluaran Perkapita

Pengeluaran perkapita dihitung menggunakan rata-rata pengeluaran perkapita konstan/rill yang disesuaikan dengan paritas daya beli (purchasing power parity) berbasis forumula Rao. Proses penghitungannya adalah sebagai berikut.

Pertama, hitung rata-rata pengeluaran per kapita dari Susenas. Langkah-langkahnya adalah

  1. Hitung pengeluaran per kapita (per anggota rumahtangga) untuk setiap rumahtangga.

  2. Hitung rata-rata pengeluaran per kapita untuk setiap provinsi atau kabupaten/kota

  3. Hitung rata-rata pengeluaran per kapita per tahun dalam ribuan \((Y'_t)\) sama dengan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dikali 12 bulan dibagi seribu.

Kedua, Hitung rata-rata pengeluaran per kapita dalam harga konstan (riil). Rumus yang digunakan adalah \[Y_t^* = \frac{Y'_t}{IHK_{(t\text{,}2012)}} \times 100\] dimana \(Y_t^*\) adalah rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga konstan 2012, \(Y'_t\) adalah rata-rata pengeluaran per kapita per tahun pada tahun \(t\) dan \(IHK_{(t\text{,}2012)}\) adalah IHK tahun \(t\) dengan tahun dasar 2012.

Ketiga, Hitung Paritas Daya Beli/Purchasing Power Parity (PPP). Langkah-langkahnya adalah

  1. Hitung harga rata-rata komoditas terpilih \[P_i = \frac{V_i}{Q_i}\] dimana \(P_i\) adalah rata-rata harga komoditi \(i\) per satu satuan di suatu wilayah, \(V_i\) adalah total value (biaya) yang dikeluarkan untuk komoditi \(i\) di suatu wilayah dan \(Q_i\) adalah total kuantum dari komoditi \(i\) yang dikonsumsi di suatu wilayah. Untuk harga yang tidak terdapat pada Susenas Modul Konsumsi, maka harga tersebut diperoleh dari IHK.

  2. Hitung paritas daya beli (PPP) menggunakan rumus \[PPP_j = \prod_{i=1}^{m} \left(\frac{p_{ij}}{p_{ik}}\right)^{\frac{1}{m}}\] dimana \(PPP_j\) adalah paritas daya beli wilayah \(j,\) \(p_{ij}\) adalah harga komoditi \(i\) di kabupaten/kota \(j,\) \(p_{ik}\) adalah harga komoditi \(i\) di Jakarta Selatan dan \(m\) adalah jumlah komoditas.

Keempat, hitung pengeluaran per kapita disesuaikan, rumus yang digunakan adalah \[Y_t^{**} = \frac{Y_t^*}{PPP}\] dimana \(Y_t^{**}\) adalah rata-rata pengeluaran per kapita disesuaikan dan \(Y_t^*\) adalah rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga konstan 2012.

Penghitungan paritas daya beli berdasarkan 96 komoditas kebutuhan pokok, yaitu 66 komoditas makanan dan 30 komoditas nonmakanan. Komoditas tersebut adalah Beras, Tepung terigu, Ketela pohon/singkong, Kentang Tongkol/tuna/cakalang, Kembung Bandeng, Mujair, Mas, Lele, Ikan segar lainnya, Daging sapi, Daging ayam ras, Daging ayam kampung, Telur ayam ras, Susu kental manis, Susu bubuk, Susu bubuk bayi, Bayam, Kangkung, Kacang panjang, Bawang merah, Bawang putih, Cabe merah, Cabe rawit, Tahu, Tempe, Jeruk, Mangga, Salak, Pisang ambon, Pisang raja, Pisang lainnya, Pepaya, Minyak kelapa, Minyak goreng lainnya, Kelapa, Gula pasir, Teh, Kopi, Garam, Kecap, Penyedap masakan/vetsin, Mie instan, Roti manis/roti lainnya, Kue kering, Kue basah, Makanan gorengan, Gado-gado/ketoprak, Nasi campur/rames, Nasi goreng, Nasi putih, Lontong/ketupat sayur, Soto/gule/sop/rawon/cincang, Sate/tongseng, Mie bakso/mie rebus/mie goreng, Makanan ringan anak, Ikang (goreng/bakar dll), Ayam/daging (goreng dll), Makanan jadi lainnya, Air kemasan galon, Minuman jadi lainnya, Es lainnya, Roko kretek filter, Rokok kretek tanpa filter, Rokok putih,Rumah sendiri/bebas sewa, Rumah kontrak, Rumah sewa, Rumah dinas, Listrik, Air PAM, LPG, Minyak tanah, Lainnya(batu baterai, aki, korek, obat nyamuk dll), Perlengkapan mandi, Barang kecantikan, Perawatan kulit, muka, kuku, rambut, Sabun cuci, Biaya RS Pemerintah, Biaya RS Swasta, Puskesmas/pustu, Praktek dokter/poliklinik, SPP, Bensin, Transportasi/pengangkutan umum, Pos dan Telekomunikasi, Pakaian jadi laki-laki dewasa, Pakaian jadi perempuan dewasa, Pakaian jadi anak-anak, Alas kaki, Minyak Pelumas, Meubelair, Peralatan Rumah Tangga, Perlengkapan perabot rumah tangga, Alat-alat Dapur/Makan.

Batas minimum dan maksimum dari penghitungan keempat komponen di atas adalah sebagai berikut.

Tabel Nilai Minimum dan Maksimum Komponen Penyusun IPM

Komponen IPM Satuan Minimum Maksimum
Angka Harapan Hidup (AHH) Tahun 20 85
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 0 15
Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 0 18
Pengeluaran per Kapita Rupiah 1.007.436 26.572.352
    Catatan:
    1. Penentuan nilai minimum dan maksimum menggunakan standar UNDP untuk keterbandingan global. kecuali standar hidup layak karena menggunakan ukuran rupiah.
    2. Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara Papua.
    3. Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun 2025.

Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Sebelum penghitungan IPM, semua indeks dari dimensi penyusun IPM harus dihitung terlebih dahulu. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks dari dimensinya tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Kesehatan \[I_{kesehatan} = \frac{AHH - AHH_{min}}{AHH_{maks} - AHH_{min}}\]

  2. Pendidikan, terdiri dari dua komponen rata-rata lama sekolah (RLS) dan harapan lama sekolah (HLS). \[I_{RLS} = \frac{RLS - RLS_{min}}{RLS_{maks} - RLS_{min}}\] \[I_{HLS} = \frac{HLS - HLS_{min}}{HLS_{maks} - HLS_{min}}\] Indeks dari kedua komponen tersebut diberi bobot yang sama dalam menyusun indeks pendidikan. \[I_{pendidikan} = \frac{I_{RLS}+I_{HLS}}{2}\]

  3. Pengeluaran \[I_{pengeluaran} = \frac{\ln{(PPP)} - \ln{(PPP_{min})}}{\ln{(PPP_{maks})} - \ln{(PPP_{min})}}\]

Selanjutnya IPM dihitung menggunakan rumus rata-rata geometrik. \[IPM = \sqrt[3]{I_{kesehatan} \times I_{pendidikan} \times I_{pengeluaran}}\] IPM dihitung menggunakan rata-rata ukur (geometrik) karena rata-rata ukur (geometrik) lebih responsif dengan adanya ketimpangan capaian pembangunan, dimana jika terdapat satu indikator yang rendah, maka indikator tersebut tidak akan tertutupi oleh indikator yang lain yang memiliki nilai yang tinggi. Untuk lebih jelasnya, silakan baca artikel Alasan IPM Dihitung Menggunakan Rata-rata Ukur (Geometrik).

Nilai IPM dikelompokkan menjadi 4 kelompok untuk melihat capaian pembangunan manusia di suatu wilayah. Kelompok nilai IPM tersebut adalah

  1. Kelompok "sangat tinggi": IPM ≥ 80
  2. Kelompok "tinggi": 70 ≤ IPM < 80
  3. Kelompok "sedang": 60 ≤ IPM < 70
  4. Kelompok "rendah": IPM < 60

Untuk melihat bagaimana perkembangan IPM tahun tertentu dengan tahun sebelumnya, maka digunakan ukuran Pertumbuhan IPM per tahun \[\text{Pertumbuhan } IPM = \frac{IPM_t - IPM_{t-1}}{IPM_{t-1}} \times 100\%\] dimana \(IPM_t\) adalah IPM suatu wilayah pada tahun \(t\) dan \(IPM_{t-1}\) adalah IPM wilayah tersebut pada tahun \(t-1.\) Semakin tinggi nilai Pertumbuhan IPM di suatu wilayah artinya semakin cepat pembangunan manusia di wilayah tersebut.

Sumber Data Indeks Pembangunan Manusia

Data yang digunakan untuk menghitung IPM adalah sebagai beikut.

  1. Sensus Penduduk, digunakan untuk menghitung proyeksi penduduk sehingga dapat dihitung juga angka harapan hidup. Sensus penduduk dilakukan terakhir kali pada tahun 2010 (SP2010) dan akan dilaksanakan lagi pada tahun 2020 (SP2020).

  2. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), digunakan untuk menghitung rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah.

  3. PNB per kapita, digunakan untuk menghitung pengeluaran per kapita. PNB per kapita tidak tersedia hingga tingkat provinsi dan kabupaten/kota sehingga diproksi dengan pengeluaran per kapita disesuaikan menggunakan data Susenas.

Sumber referensi:
Buku-buku yang ada di Website BPS subdomain https://ipm.bps.go.id