DOI: https://doi.org/10.17605/OSF.IO/X87BY
I. PENDAHULUAN
Masyarakat pesisir pada umumnya bekerja di sektor perikanan, yaitu sebagai nelayan. Besarnya potensi laut menjadi daya tarik bagi masyarakat tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga tetapi juga sebagai hobi. Pendapat Panayotou yang dikalimatkan lagi oleh Subade dan Abdullah (1993) dengan kalimat bahwa nelayan memiliki kepuasan hidup dengan menangkap ikan dan tidak semata-mata untuk meningkatkan pendapatan.
Sayangnya sektor perikanan tangkap umumnya tidak membuat kehidupan sosial ekonomi masyarakat menjadi lebih baik. Nelayan masih identik dengan kemiskinan. Hasil penelitian Muflikhati tahun 2010 memperlihatkan bahwa sebanyak 32,14 persen dari 16,42 juta jiwa masyarakat pesisir masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan indikator pendapatan US$ 1 per hari (Data Direktorat PMP 2006). Menurut penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, secara umum, taraf kesejahteraan penduduk perikanan di daerah pesisir masih rendah, baik dari sisi ekonomi, pendidikan maupun kesehatan.
Kemiskinan identik dengan pemukiman kumuh dan perumahan yang tidak layak. Hasil penelitian BPS 2011, dari tujuh karakteristik perumahan yang diteliti di wilayah pesisir, ada empat karakteristik yang menggambarkan kualitas perumahan rumahtangga perikanan di pesisir yang lebih memerlukan perhatian. Memerlukan perhatian yang dimaksud adalah kondisi tempat tinggal kurang/tidak memenuhi standar hidup sehat/layak. Karakteristik tersebut adalah luas lantai tempat tinggal, tempat pembuangan akhir tinja, pengguna listrik dan cara memperoleh air minum.
Hingga saat ini belum ada survei atau sensus yang secara khusus ditujukan untuk menyajikan data sosial ekonomi rumahtangga perikanan, baik di pesisir maupun bukan pesisir (BPS, 2011). Oleh karena itu, tulisan ini mencoba meneliti kondisi sosial ekonomi rumahtangga yang tinggal di wilayah pesisir, baik itu rumahtangga perikanan maupun rumahtangga bukan perikanan, dilihat dari sisi perumahan tempat tinggalnya. Data yang digunakan adalah data Sensus Penduduk 2010 (SP2010) yang pada kuesionernya terdapat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan kondisi perumahan rumahtangga.
Daerah yang diteliti adalah dua kelurahan yaitu Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II yang terletak di Kuala Tungkal. Kuala Tungkal merupakan ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan terletak di muara Sungai Pengabuan. Karena letaknya di muara sungai ini membuat masyarakatnya banyak yang bekerja di sektor perikanan. Dua kelurahan yang dipilih adalah kelurahan yang paling banyak rumahtangganya yang bekerja di sektor perikanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumahtangga Perikanan
Rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus, dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Rumahtangga umumnya terdiri dari ibu, bapak, anak, orang tua/mertua, famili, pembantu dan lainnya.
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan).
Rumahtangga perikanan adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya memiliki satu anggota rumahtangga yang bekerja di lapangan usaha/bidang pekerjaan utama perikanan. Sensus Penduduk 2010 (SP2010) adalah sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia pada tanggal 1-31 Mei 2010. Selain menanyakan karakteristik rumahtangga dan keterangan individu anggota rumahtangga, SP2010 juga menanyakan kondisi dan fasilitas perumahan dan bangunan tempat tinggal.
2.2 Mosaic Plot
Mosaic plot diperkenalkan oleh Hartigan dan Kleiner (1981, 1984) dan kemudian dikembangkan oleh Friendly (1992b, 1994, 1997, 1999a) yaitu suatu metode grafik untuk memvisualisasikan suatu tabel kontingensi \(n\)-arah (\(n\)-way contingency tables) dan membuat model-model yang menerangkan hubungan-hubungan di antara variabel-variabelnya. Frekuensi-frekuensi di dalam tabel kontingensi menggambarkan kumpulan dari empat persegi panjang dalam bentuk "tiles" yang mana luasnya adalah proporsi dari frekuensi observasi, luasnya dinyatakan dalam bentuk warna.
Penggambaran mosaic plot menggunakan peluang yang diketahui. Untuk tabel dua-arah, dengan frekuensi \(n_{ij}\) dan peluang \(p_{ij}=\frac {n_{ij}}{n_{++}}\) adalah suatu unit persegi yang dibagi dengan empat persegi panjang dimana lebarnya merupakan proporsi dari frekuensi marjinal observasi \(n_{i+}\) dimana peluang marjinalnya \(p_i=\frac{n_{i+}}{n_{++}}.\) Untuk setiap empat persegi panjang dibagi lagi secara horizontal terhadap proporsi peluang untuk variabel kedua, \(p_{i/j}=\frac {n_{ij}}{n_{i+}},\) karenanya luas untuk setiap tiles adalah proporsi dari frekuensi observasi dan peluangnya adalah \(p_{ij}=p_i\times p_{j/i}=\left(\frac{n_{i+}}{n_{++}}\times \frac{n_{ij}}{n_{i+}}\right).\)
III. METODOLOGI
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kondisi perumahan rumahtangga yang tinggal di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II yang diperoleh dari hasil SP2010. Kondisi perumahan tersebut adalah sebagai berikut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rumahtangga
Jumlah rumahtangga di Kelurahan Tungkal Harapan hasil SP2010 adalah 3.216 rumahtangga, sedangkan di Kelurahan Tungkal II adalah 4.581 rumahtangga.
Tabel 1. Jumlah rumahtangga perikanan dan bukan perikanan
Dari Tabel 1, tampak bahwa jumlah rumahtangga perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan adalah 449 rumahtangga atau sebanyak 13,96 persen dari total rumahtangga di Kelurahan Tungkal Harapan. Sedangkan jumlah rumahtangga perikanan di Kelurahan Tungkal II adalah 1.021 rumahtangga, atau sebanyak 22,29 persen dari total rumahtangga di Kelurahan Tungkal II. Dari data tersebut tampak bahwa di kedua kelurahan, persentase rumahtangga perikanan lebih kecil daripada rumahtangga bukan perikanan.
4.2 Karakteristik Perumahan
1. Status penguasaan bangunan tempat tinggal
Dilihat dari status penguasaan bangunan tempat tinggalnya, di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang tinggal pada bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri lebih kecil daripada rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang tinggal pada bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri adalah 34,30 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan adalah 35,16 persen.
Tabel 2. Persentase rumahtangga yang tinggal di bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri
Hal yang berbeda terjadi di Kelurahan Tungkal II dimana persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan bukan milik sendiri lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan bukan milik sendiri adalah 38,98 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 29,63 persen.
2. Jenis lantai terluas
Pada Tabel 3 terlihat bahwa di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga yang tinggal di bangunan tempat tinggal dengan jenis lantai terluas kayu, bambu atau tanah, baik pada rumahtangga perikanan maupun rumahtangga bukan perikanan, masih sangat tinggi yaitu lebih dari 90,00 persen. Hal ini bisa dimaklumi karena jenis tanah di kedua kelurahan tersebut adalah rawa, sehingga jenis rumah yang cocok dibangun pada wilayah tersebut adalah rumah panggung yang berbahan dasar kayu karena pembangunannya lebih mudah dengan biaya yang lebih murah. Mendirikan bangunan yang berbahan dasar semen atau beton memerlukan biaya yang jauh lebih besar dan lebih beresiko.
Tabel 3. Persentase rumahtangga dengan jenis lantai terluas kayu, bambu atau tanah
Persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan tempat tinggal yang berlantai kayu, bambu atau tanah di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tungkal II lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga non perikanan. Di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan tempat tinggal dengan jenis lantai terluas kayu, bambu atau tanah adalah 98,44 persen sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 92,48 persen. Sedangkan untuk Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan tempat tinggal dengan jenis lantai terluas kayu, bambu atau tanah adalah 98,82 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 91,85 persen.
3. Luas lantai tempat tinggal
Baik di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang luas lantainya kurang dari 8 m2 perkapita lebih besar daripada rumahtangga bukan perikanan.
Tabel 4. Persentase rumahtangga dengan luas lantai tempat tinggal kurang dari 8 m2 perkapita
Pada Tabel 4 tampak bahwa di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang luas lantainya kurang dari 8 m2 perkapita sebanyak 26,73 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 13,48 persen. Di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang luas lantainya kurang dari 8 m2 perkapita sebanyak 24,39 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 11,97 persen.
4. Sumber penerangan utama
Di Kelurahan Tungkal Harapan, rumahtangga perikanan lebih banyak yang belum menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama dibandingkan dengan rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang belum menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama adalah sebanyak 8,24 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan sebanyak 6,51 persen.
Tabel 5. Persentase rumahtangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama
Hal yang berbeda terjadi di Kelurahan Tungkal II dimana persentase rumahtangga bukan perikananlah yang paling banyak tidak menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama yaitu sebesar 13,48 persen, sedangkan rumahtangga perikanan hanya 7,93 persen.
5. Bahan bakar utama untuk memasak
Pada Tabel 6 tampak bahwa di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang menggunakan arang atau kayu sebagai bahan bakar utama untuk memasak lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan perikanan.
Tabel 6. Persentase rumahtangga yang menggunakan arang atau kayu sebagai bahan bakar utama untuk memasak
Di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang menggunakan arang atau kayu sebagai bahan bakar utama untuk memasak adalah 31,18 persen, sedangkan pada rumahtangga bukan perikanan hanya 18,14 persen. Di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang menggunakan arang atau kayu sebagai bahan bakar untuk memasak sebanyak 44,66 persen, sedangkan pada rumahtangga bukan perikanan sebanyak 31,80 persen.
6. Sumber utama air minum
Sebagian besar rumahtangga di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II masih menggunakan sumur/mata air tidak terlindung, air sungai atau air hujan sebagai sumber utama air minum. Persentasenya disajikan pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Persentase rumahtangga yang menggunakan sumur/mata air tidak terlindung, air sungai, air hujan sebagai sumber utama air minum
Baik di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tunggal II, penggunaan air sumur/mata air tidak terlindung, air sungai atau air hujan sebagai sumber utama air minum oleh rumahtangga perikanan masih sangat tinggi yaitu mencapai 99,33 persen di Kelurahan Tungkal Harapan dan 99,22 persen di Kelurahan Tungkal II. Untuk rumahtangga bukan perikanan yang menggunakan air sumur/mata air tidak terlindung, air sungai atau air hujan sebagai sumber utama air minum adalah sebanyak 89,81 persen di Kelurahan Tungkal Harapan dan 89,44 persen di Kelurahan Tungkal II.
7. Keberadaan fasilitas buang air besar
Di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang tidak memiliki jamban lebih besar daripada rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang tidak memiliki jamban adalah 3,56 persen, sedangkan pada rumahtangga bukan perikanan adalah 1,48 persen.
Tabel 8. Persentase rumahtangga yang tidak memiliki jamban
Kondisi yang berbeda terjadi di Kelurahan Tungkal II dimana persentase rumahtangga perikanan yang tidak memiliki jamban lebih kecil dibandingkan rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang tidak memiliki jamban adalah 2,64 persen, sedangkan pada rumahtangga perikanan sebanyak 3,71 persen.
8. Tempat akhir pembuangan tinja
Persentase rumahtangga perikanan yang tidak menggunakan tangki septik di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tungkal II jauh lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan perikanan. Hal ini terjadi karena rumahtangga perikanan di kedua kelurahan tersebut bertempat tinggal di tepi muara sungai sehingga tempat pembuangan akhir tinjanya pada umumnya adalah sungai.
Tabel 9. Persentase rumahtangga yang tidak mempunyai tangki septik
Persentase rumahtangga perikanan yang tidak menggunakan tangki septik di Kelurahan Tungkal Harapan adalah 88,64 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan adalah sebanyak 63,06 persen. Di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang tidak menggunakan tangki septik adalah sebanyak 82,08 persen, sedangkan pada rumahtangga bukan perikanan hanya 44,72 persen.
4.3 Eksplorasi data dengan grafik mosaic plot
Berikut ini akan disajikan eksplorasi data dengan menggunakan grafik mosaic plot. Kondisi perumahan yang digrafikkan dalam mosaic plot digambarkan berdasarkan jumlah kondisi perumahan yang dikategorikan baik. Kondisi yang dikategorikan baik tersebut adalah sebagai berikut.
Berikut ini ditampilkan grafik eksplorasi data perumahan rumahtangga perikanan dan bukan perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II dilihat dari jumlah karakteristik perumahan dengan kategori baik yang dimiliki oleh rumahtangga yang digambarkan dengan mosaic plot.
Grafik 1. Karakteristik perumahan di rumahtangga perikanan dan bukan perikanan

Grafik di atas menggambarkan eksplorasi data kondisi perumahan rumahtangga perikanan dan bukan perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II. Warna coklat pekat menandakan bahwa kondisi perumahan rumahtangga dalam kelompok tersebut hanya memiliki 2 karakteristik baik atau kurang. Kondisi ini perlu mendapat perhatian lebih karena kondisi ini menandakan bahwa kondisi perumahan rumahtangga tersebut dalam kondisi buruk.
Semakin pudar warna coklatnya (semakin ke bawah) maka semakin banyak karakteristik perumahan dengan kondisi baik yang dimiliki oleh rumahtangga. Kondisi warna paling pudar (paling bawah) menunjukkan rumahtangga tersebut memiliki jumlah karakteristik baik sebanyak 6 atau lebih. Kondisi perumahan rumahtangga di kelompok ini sudah tergolong pada kelompok baik.
Luas persegi panjang menunjukkan jumlah rumahtangga pada kelompok yang dikategorikan berdasarkan kelurahan, jenis rumahtangga dan jumlah karakteristik baik yang dimiliki. Semakin besar luasnya, maka semakin banyak jumlah rumahtangga di dalam kelompok kategori tersebut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari delapan karakteristik perumahan yang diteliti pada rumahtangga perikanan dan bukan perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II, terdapat tujuh karakteristik perumahan rumahtangga perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan yang masih rendah dibandingkan dengan rumahtangga bukan perikanan, karakteristik tersebut yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
Penulis: Rory
Masyarakat pesisir pada umumnya bekerja di sektor perikanan, yaitu sebagai nelayan. Besarnya potensi laut menjadi daya tarik bagi masyarakat tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga tetapi juga sebagai hobi. Pendapat Panayotou yang dikalimatkan lagi oleh Subade dan Abdullah (1993) dengan kalimat bahwa nelayan memiliki kepuasan hidup dengan menangkap ikan dan tidak semata-mata untuk meningkatkan pendapatan.
Sayangnya sektor perikanan tangkap umumnya tidak membuat kehidupan sosial ekonomi masyarakat menjadi lebih baik. Nelayan masih identik dengan kemiskinan. Hasil penelitian Muflikhati tahun 2010 memperlihatkan bahwa sebanyak 32,14 persen dari 16,42 juta jiwa masyarakat pesisir masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan indikator pendapatan US$ 1 per hari (Data Direktorat PMP 2006). Menurut penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, secara umum, taraf kesejahteraan penduduk perikanan di daerah pesisir masih rendah, baik dari sisi ekonomi, pendidikan maupun kesehatan.
Kemiskinan identik dengan pemukiman kumuh dan perumahan yang tidak layak. Hasil penelitian BPS 2011, dari tujuh karakteristik perumahan yang diteliti di wilayah pesisir, ada empat karakteristik yang menggambarkan kualitas perumahan rumahtangga perikanan di pesisir yang lebih memerlukan perhatian. Memerlukan perhatian yang dimaksud adalah kondisi tempat tinggal kurang/tidak memenuhi standar hidup sehat/layak. Karakteristik tersebut adalah luas lantai tempat tinggal, tempat pembuangan akhir tinja, pengguna listrik dan cara memperoleh air minum.
Hingga saat ini belum ada survei atau sensus yang secara khusus ditujukan untuk menyajikan data sosial ekonomi rumahtangga perikanan, baik di pesisir maupun bukan pesisir (BPS, 2011). Oleh karena itu, tulisan ini mencoba meneliti kondisi sosial ekonomi rumahtangga yang tinggal di wilayah pesisir, baik itu rumahtangga perikanan maupun rumahtangga bukan perikanan, dilihat dari sisi perumahan tempat tinggalnya. Data yang digunakan adalah data Sensus Penduduk 2010 (SP2010) yang pada kuesionernya terdapat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan kondisi perumahan rumahtangga.
Daerah yang diteliti adalah dua kelurahan yaitu Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II yang terletak di Kuala Tungkal. Kuala Tungkal merupakan ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan terletak di muara Sungai Pengabuan. Karena letaknya di muara sungai ini membuat masyarakatnya banyak yang bekerja di sektor perikanan. Dua kelurahan yang dipilih adalah kelurahan yang paling banyak rumahtangganya yang bekerja di sektor perikanan.
2.1 Rumahtangga Perikanan
Rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus, dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Rumahtangga umumnya terdiri dari ibu, bapak, anak, orang tua/mertua, famili, pembantu dan lainnya.
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan).
Rumahtangga perikanan adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya memiliki satu anggota rumahtangga yang bekerja di lapangan usaha/bidang pekerjaan utama perikanan. Sensus Penduduk 2010 (SP2010) adalah sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia pada tanggal 1-31 Mei 2010. Selain menanyakan karakteristik rumahtangga dan keterangan individu anggota rumahtangga, SP2010 juga menanyakan kondisi dan fasilitas perumahan dan bangunan tempat tinggal.
2.2 Mosaic Plot
Mosaic plot diperkenalkan oleh Hartigan dan Kleiner (1981, 1984) dan kemudian dikembangkan oleh Friendly (1992b, 1994, 1997, 1999a) yaitu suatu metode grafik untuk memvisualisasikan suatu tabel kontingensi \(n\)-arah (\(n\)-way contingency tables) dan membuat model-model yang menerangkan hubungan-hubungan di antara variabel-variabelnya. Frekuensi-frekuensi di dalam tabel kontingensi menggambarkan kumpulan dari empat persegi panjang dalam bentuk "tiles" yang mana luasnya adalah proporsi dari frekuensi observasi, luasnya dinyatakan dalam bentuk warna.
Penggambaran mosaic plot menggunakan peluang yang diketahui. Untuk tabel dua-arah, dengan frekuensi \(n_{ij}\) dan peluang \(p_{ij}=\frac {n_{ij}}{n_{++}}\) adalah suatu unit persegi yang dibagi dengan empat persegi panjang dimana lebarnya merupakan proporsi dari frekuensi marjinal observasi \(n_{i+}\) dimana peluang marjinalnya \(p_i=\frac{n_{i+}}{n_{++}}.\) Untuk setiap empat persegi panjang dibagi lagi secara horizontal terhadap proporsi peluang untuk variabel kedua, \(p_{i/j}=\frac {n_{ij}}{n_{i+}},\) karenanya luas untuk setiap tiles adalah proporsi dari frekuensi observasi dan peluangnya adalah \(p_{ij}=p_i\times p_{j/i}=\left(\frac{n_{i+}}{n_{++}}\times \frac{n_{ij}}{n_{i+}}\right).\)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kondisi perumahan rumahtangga yang tinggal di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II yang diperoleh dari hasil SP2010. Kondisi perumahan tersebut adalah sebagai berikut.
- Status kepemilikan bangunan tempat tinggal,
- Jenis lantai terluas,
- Luas lantai tempat tinggal,
- Sumber penerangan utama,
- Bahan bakar utama untuk memasak,
- Sumber utama air minum,
- Keberadaan fasilitas buang air besar,
- Tempat akhir pembuangan tinja.
- Mengumpulkan raw data SP2010 Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II.
- Menentukan rumahtangga perikanan dan rumahtangga bukan perikanan sesuai dengan konsep rumahtangga perikanan.
- Melakukan tabulasi silang variabel-variabel perumahan.
- Melakukan analisis deskriptif hasil tabulasi silang variabel perumahan.
- Melakukan eksplorasi data dengan mosaic plot.
- Membuat kesimpulan dan saran.
4.1 Rumahtangga
Jumlah rumahtangga di Kelurahan Tungkal Harapan hasil SP2010 adalah 3.216 rumahtangga, sedangkan di Kelurahan Tungkal II adalah 4.581 rumahtangga.
Kelurahan | Rumahtangga | Jumlah | |
---|---|---|---|
Perikanan | Bukan Perikanan | ||
(1) | (2) | (3) | (4) |
Tungkal Harapan | 449 (13,96%) |
2.767 (86,04%) |
3.216 (100,00%) |
Tungkal II | 1.021 (22,29%) |
3.560 (77,71%) |
4.581 (100,00%) |
Dari Tabel 1, tampak bahwa jumlah rumahtangga perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan adalah 449 rumahtangga atau sebanyak 13,96 persen dari total rumahtangga di Kelurahan Tungkal Harapan. Sedangkan jumlah rumahtangga perikanan di Kelurahan Tungkal II adalah 1.021 rumahtangga, atau sebanyak 22,29 persen dari total rumahtangga di Kelurahan Tungkal II. Dari data tersebut tampak bahwa di kedua kelurahan, persentase rumahtangga perikanan lebih kecil daripada rumahtangga bukan perikanan.
4.2 Karakteristik Perumahan
1. Status penguasaan bangunan tempat tinggal
Dilihat dari status penguasaan bangunan tempat tinggalnya, di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang tinggal pada bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri lebih kecil daripada rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang tinggal pada bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri adalah 34,30 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan adalah 35,16 persen.
Kelurahan | Rumahtangga | |
---|---|---|
Perikanan | Bukan Perikanan | |
(1) | (2) | (3) |
Tungkal Harapan | 34,30 | 35,16 |
Tungkal II | 38,98 | 29,63 |
Hal yang berbeda terjadi di Kelurahan Tungkal II dimana persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan bukan milik sendiri lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan bukan milik sendiri adalah 38,98 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 29,63 persen.
2. Jenis lantai terluas
Pada Tabel 3 terlihat bahwa di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga yang tinggal di bangunan tempat tinggal dengan jenis lantai terluas kayu, bambu atau tanah, baik pada rumahtangga perikanan maupun rumahtangga bukan perikanan, masih sangat tinggi yaitu lebih dari 90,00 persen. Hal ini bisa dimaklumi karena jenis tanah di kedua kelurahan tersebut adalah rawa, sehingga jenis rumah yang cocok dibangun pada wilayah tersebut adalah rumah panggung yang berbahan dasar kayu karena pembangunannya lebih mudah dengan biaya yang lebih murah. Mendirikan bangunan yang berbahan dasar semen atau beton memerlukan biaya yang jauh lebih besar dan lebih beresiko.
Kelurahan | Rumahtangga | |
---|---|---|
Perikanan | Bukan Perikanan | |
(1) | (2) | (3) |
Tungkal Harapan | 98,44 | 92,48 |
Tungkal II | 98,82 | 91,85 |
Persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan tempat tinggal yang berlantai kayu, bambu atau tanah di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tungkal II lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga non perikanan. Di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan tempat tinggal dengan jenis lantai terluas kayu, bambu atau tanah adalah 98,44 persen sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 92,48 persen. Sedangkan untuk Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang tinggal di bangunan tempat tinggal dengan jenis lantai terluas kayu, bambu atau tanah adalah 98,82 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 91,85 persen.
3. Luas lantai tempat tinggal
Baik di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang luas lantainya kurang dari 8 m2 perkapita lebih besar daripada rumahtangga bukan perikanan.
Kelurahan | Rumahtangga | |
---|---|---|
Perikanan | Bukan Perikanan | |
(1) | (2) | (3) |
Tungkal Harapan | 26,73 | 13,48 |
Tungkal II | 24,39 | 11,97 |
Pada Tabel 4 tampak bahwa di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang luas lantainya kurang dari 8 m2 perkapita sebanyak 26,73 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 13,48 persen. Di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang luas lantainya kurang dari 8 m2 perkapita sebanyak 24,39 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan hanya 11,97 persen.
4. Sumber penerangan utama
Di Kelurahan Tungkal Harapan, rumahtangga perikanan lebih banyak yang belum menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama dibandingkan dengan rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang belum menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama adalah sebanyak 8,24 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan sebanyak 6,51 persen.
Kelurahan | Rumahtangga | |
---|---|---|
Perikanan | Bukan Perikanan | |
(1) | (2) | (3) |
Tungkal Harapan | 8,24 | 6,51 |
Tungkal II | 7,93 | 13,48 |
Hal yang berbeda terjadi di Kelurahan Tungkal II dimana persentase rumahtangga bukan perikananlah yang paling banyak tidak menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama yaitu sebesar 13,48 persen, sedangkan rumahtangga perikanan hanya 7,93 persen.
5. Bahan bakar utama untuk memasak
Pada Tabel 6 tampak bahwa di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang menggunakan arang atau kayu sebagai bahan bakar utama untuk memasak lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan perikanan.
Kelurahan | Rumahtangga | |
---|---|---|
Perikanan | Bukan Perikanan | |
(1) | (2) | (3) |
Tungkal Harapan | 31,18 | 18,14 |
Tungkal II | 44,66 | 31,80 |
Di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang menggunakan arang atau kayu sebagai bahan bakar utama untuk memasak adalah 31,18 persen, sedangkan pada rumahtangga bukan perikanan hanya 18,14 persen. Di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang menggunakan arang atau kayu sebagai bahan bakar untuk memasak sebanyak 44,66 persen, sedangkan pada rumahtangga bukan perikanan sebanyak 31,80 persen.
6. Sumber utama air minum
Sebagian besar rumahtangga di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II masih menggunakan sumur/mata air tidak terlindung, air sungai atau air hujan sebagai sumber utama air minum. Persentasenya disajikan pada Tabel 7 di bawah ini.
Kelurahan | Rumahtangga | |
---|---|---|
Perikanan | Bukan Perikanan | |
(1) | (2) | (3) |
Tungkal Harapan | 99,33 | 89,81 |
Tungkal II | 99,22 | 89,44 |
Baik di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tunggal II, penggunaan air sumur/mata air tidak terlindung, air sungai atau air hujan sebagai sumber utama air minum oleh rumahtangga perikanan masih sangat tinggi yaitu mencapai 99,33 persen di Kelurahan Tungkal Harapan dan 99,22 persen di Kelurahan Tungkal II. Untuk rumahtangga bukan perikanan yang menggunakan air sumur/mata air tidak terlindung, air sungai atau air hujan sebagai sumber utama air minum adalah sebanyak 89,81 persen di Kelurahan Tungkal Harapan dan 89,44 persen di Kelurahan Tungkal II.
7. Keberadaan fasilitas buang air besar
Di Kelurahan Tungkal Harapan, persentase rumahtangga perikanan yang tidak memiliki jamban lebih besar daripada rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang tidak memiliki jamban adalah 3,56 persen, sedangkan pada rumahtangga bukan perikanan adalah 1,48 persen.
Kelurahan | Rumahtangga | |
---|---|---|
Perikanan | Bukan Perikanan | |
(1) | (2) | (3) |
Tungkal Harapan | 3,56 | 1,48 |
Tungkal II | 2,64 | 3,71 |
Kondisi yang berbeda terjadi di Kelurahan Tungkal II dimana persentase rumahtangga perikanan yang tidak memiliki jamban lebih kecil dibandingkan rumahtangga bukan perikanan. Persentase rumahtangga perikanan yang tidak memiliki jamban adalah 2,64 persen, sedangkan pada rumahtangga perikanan sebanyak 3,71 persen.
8. Tempat akhir pembuangan tinja
Persentase rumahtangga perikanan yang tidak menggunakan tangki septik di Kelurahan Tungkal Harapan maupun di Kelurahan Tungkal II jauh lebih tinggi dibandingkan rumahtangga bukan perikanan. Hal ini terjadi karena rumahtangga perikanan di kedua kelurahan tersebut bertempat tinggal di tepi muara sungai sehingga tempat pembuangan akhir tinjanya pada umumnya adalah sungai.
Kelurahan | Rumahtangga | |
---|---|---|
Perikanan | Bukan Perikanan | |
(1) | (2) | (3) |
Tungkal Harapan | 88,64 | 63,06 |
Tungkal II | 82,08 | 44,72 |
Persentase rumahtangga perikanan yang tidak menggunakan tangki septik di Kelurahan Tungkal Harapan adalah 88,64 persen, sedangkan untuk rumahtangga bukan perikanan adalah sebanyak 63,06 persen. Di Kelurahan Tungkal II, persentase rumahtangga perikanan yang tidak menggunakan tangki septik adalah sebanyak 82,08 persen, sedangkan pada rumahtangga bukan perikanan hanya 44,72 persen.
4.3 Eksplorasi data dengan grafik mosaic plot
Berikut ini akan disajikan eksplorasi data dengan menggunakan grafik mosaic plot. Kondisi perumahan yang digrafikkan dalam mosaic plot digambarkan berdasarkan jumlah kondisi perumahan yang dikategorikan baik. Kondisi yang dikategorikan baik tersebut adalah sebagai berikut.
- Status penguasaan rumah adalah milik sendiri.
- Jenis lantai terluas adalah semen atau beton.
- Luas lantai ≥ 8 m2 perkapita.
- Sumber penerangan utama adalah listrik.
- Bahan bakar utama untuk memasak adalah gas atau minyak tanah.
- Sumber air minum utama air kemasan, ledeng, pompa, sumur/mata air terlindung.
- Memiliki jamban.
- Memiliki tangki septik.
Berikut ini ditampilkan grafik eksplorasi data perumahan rumahtangga perikanan dan bukan perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II dilihat dari jumlah karakteristik perumahan dengan kategori baik yang dimiliki oleh rumahtangga yang digambarkan dengan mosaic plot.
Grafik di atas menggambarkan eksplorasi data kondisi perumahan rumahtangga perikanan dan bukan perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II. Warna coklat pekat menandakan bahwa kondisi perumahan rumahtangga dalam kelompok tersebut hanya memiliki 2 karakteristik baik atau kurang. Kondisi ini perlu mendapat perhatian lebih karena kondisi ini menandakan bahwa kondisi perumahan rumahtangga tersebut dalam kondisi buruk.
Semakin pudar warna coklatnya (semakin ke bawah) maka semakin banyak karakteristik perumahan dengan kondisi baik yang dimiliki oleh rumahtangga. Kondisi warna paling pudar (paling bawah) menunjukkan rumahtangga tersebut memiliki jumlah karakteristik baik sebanyak 6 atau lebih. Kondisi perumahan rumahtangga di kelompok ini sudah tergolong pada kelompok baik.
Luas persegi panjang menunjukkan jumlah rumahtangga pada kelompok yang dikategorikan berdasarkan kelurahan, jenis rumahtangga dan jumlah karakteristik baik yang dimiliki. Semakin besar luasnya, maka semakin banyak jumlah rumahtangga di dalam kelompok kategori tersebut.
5.1 Kesimpulan
Dari delapan karakteristik perumahan yang diteliti pada rumahtangga perikanan dan bukan perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan dan Kelurahan Tungkal II, terdapat tujuh karakteristik perumahan rumahtangga perikanan di Kelurahan Tungkal Harapan yang masih rendah dibandingkan dengan rumahtangga bukan perikanan, karakteristik tersebut yaitu:
- Jenis lantai terluas,
- Luas lantai tempat tinggal,
- Sumber penerangan utama,
- Bahan bakar utama untuk memasak,
- Sumber utama air minum,
- Keberadaan fasilitas buang air besar,
- Tempat akhir pembuangan tinja.
- Status kepemilikan bangunan tempat tinggal,
- Jenis lantai terluas,
- Luas lantai tempat tinggal,
- Bahan bakar utama untuk memasak,
- Sumber utama air minum,
- Tempat akhir pembuangan tinja.
- Dengan adanya mosaic plot diharapkan bisa memberikan gambaran bagi pemerintah mengenai kebijakan mana yang lebih diutamakan berdasarkan kondisi dan jumlah rumahtangga yang tergambar dari grafik tersebut.
- Data yang digunakan adalah data SP2010 yang tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan karakteristik rumahtangga secara umum. Oleh karena itu, jika ingin mendapatkan data sosial ekonomi khususnya perumahan yang terbaru dari rumahtangga perikanan atau yang tinggal di daerah pesisir sebaiknya melakukan sensus/survey khusus sehingga bisa melakukan analisis yang lebih mendalam.
- Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kondisi Sosial Ekonomi Rumahtangga Sektor Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta, 2011
- Muflikhati, I., Hartoyo, Sumarwan U., Fahrudin A., & Puspitawati H. 2010. Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga: Kasus di Wilayah Pesisir Jawa Barat. Jurnal Ilmu Keluarga
- Subianto, Muhammad. 2000. Mosaic Plot: Metoda Grafik Untuk Visualisasi Data Kategorik. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor 2000
- http://www.clearlyandsimply.com/clearly_and_simply/2014/05/marimekko-charts-in-microsoft-excel.html diakses 30 November 2014
Penulis: Rory